Beberapa puluh tahun melewati masa emansipasi wanita, bukan berarti kesetaraan gender kini sudah ditemukan di berbagai tempat. Buktinya diferensiasi masih kerap kali ditemukan, meskipun dari beberapa profesi kaum wanita sudah ada yang menempati beberapa profesi yang dahulunya didominasi oleh pria, salah satunya adalah barista.
Evelyne Yamin, salah satu barista wanita yang sudah menjalani karirnya selama empat tahun. Ia merasa kopi bukan lagi menjadi sebuah pekerjaan, melainkan passion yang dicari selama ini. Bermula dari ajakan sahabatnya untuk menikmati secangkir kopi, Evelyne menyimpan rasa penasaran terhadap skill seorang barista yang mampu membuat latte art.
Rupanya, rasa penasaran tersebut membawa Evelyne untuk terjun di dunia barista pertama kali. “Kesana-kemari kenal dengan beberapa barista, akhirnya nyobain bikin latte art, sampai akhirnya ditawarin kerja jadi barista di Common Grounds, itu bikin aku harus fokus pada pekerjaanku dan memilih antara kuliah atau kerja. Dan aku memilih untuk jadi barista,” kata Evelyne saat ditemui tim Gordi di Sensory Lab, Jakarta.
Awalnya, profesi yang dipilih Evelyne sempat mencuri perhatian orang tuanya, meskipun orang tua Evelyne kerap memberikan kebebasan. Namun, Evelyne berusaha untuk membuktikan kepada kedua orang tuanya bahwa jalan yang dipilih tidak ada yang salah.
“Orang tua sempat meragukan sih, hanya saja aku memilih untuk membuktikan pada mereka kalau aku bisa menjalani profesi ini dengan memenangkan beberapa kompetisi dan hal itu aku buktikan pada prestasi sebagai runner up Indonesia Latte Art Championship (ILAC) 2017 dan runner up Indonesia Brewers Championsip (IBrC) 2019,” sambung Evelyne.
Empat tahun menjalani profesi sebagai barista bagi wanita berusia 23 tahun tersebut merupakan sebuah perjalanan yang begitu panjang dan penuh dengan pembelajaran. Diferensiasi pun kerap diterima dalam pekerjaannya.
“Seringkali mendapatkan beberapa customer yang pilih-pilih barista untuk dibuatkan kopi. Maunya sama barista yang A atau B. Menurutku, pada dasarnya di semua coffee shop itu memiliki rasa kopi yang hampir sama, yang membedakan adalah bagaimana memberikan pelayanan terbaik untuk pelanggan,” jelas wanita yang memiliki hobi Muaythai tersebut.
Tidak sampai di situ, bahkan Evelyne sempat terbesit untuk keluar dari pekerjaannya saat empat bulan pertama bekerja, karena merasa tidak bisa menjalani. Namun, Evelyne memilih untuk tetap komitmen dengan jalan yang dipilihnya. Komitmen adalah elemen penting bagi Evelyne, terutama pada customer services.
“Aku yakin ini adalah passion aku. I found my passion di sini. Aku suka ketemu orang-orang, ngobrol dengan orang-orang. Secara sederhana, ketika ada yang suka dengan produk kamu, di situ kamu akan merasa bahagia karena diapresiasi orang lain,” kata Evelyne.
Evelyne berhasil membuktikan kepada kedua orang tuanya di usianya yang masih terbilang muda. Baginya, empat tahun terjun di dunia kopi bukan berarti sudah mahir. Ia pun masih perlu banyak belajar. Karena, menurutnya kopi adalah science. Dari situ, ia masih perlu bertukar pikiran dengan teman-teman satu profesinya.
“Aku juga berharap, ke depannya akan ada banyak barista-barista wanita yang bisa pulang membawa piala di beberapa championship. Menjadi seorang barista tidak hanya untuk laki-laki saja, tapi wanita juga bisa kok,” kata Store Manager Sensory Lab tersebut.
Wanita asal Jakarta tersebut mengatakan bahwa untuk memulai sesuatu yang menjadi sebuah passion seseorang, hal penting yang perlu diingat adalah sebuah komitmen.
“For me, there’s nothing to start everything in your young age. Especially, if you know that is your passion. But, one thing you know is that you need to have commitment. Because, it’s all about customer service” jelas Evelyne.
Comments will be approved before showing up.